HILANGNYA SEMANGAT PERLAWANAN MAHASISWA PAPUA

HILANGNYA SEMANGAT PERLAWANAN MAHASISWA PAPUA

Di tengah masyarakat yang kacau, hanya kaum bajinganlah yang beruntung 
[Marthin Luther]
Papua! Mahasiswa Papua dan Papua Merdeka
Semangat Perlawanan Mahasiswa (James Editor)

Beberapa tahun belakangan ini, ada kecenderungan dikalangan mahasiswa Papua secara khusus sedang mengidap penyakit deskralisasi moral perjuangan. Perjuangan tidak lagi ditempatkan dalam ranah aktual sebagai jalan menuju pembebasan nasional Papua. Semangat perjuangan dan perlawanan benar – benar dikalahkan oleh kekuatan kolonial yang sudah, sedang dan akan menindas rakyat Papua.

Mereka barangkali disibukkan oleh berbagai model perubahan gaya pertemanan, jaringan organisasi kedaerahan, hingga larut dalam kesenangan yang tidak sepenuhnya menempatkan agenda Revolusi pembebasan nasional West Papua sebagai tugas suci dan fundamental. Mereka akhirnya larut dalam budaya dan pergulatan politik yang menurut penilaiannya lebih memastikan, memuaskan, dan menyenangkan.

BACA : UPAYA INDONESIA DALAM MENG - INDONESIA - KAN BAHASA DI PAPUA BARAT

Walaupun mereka tetap mengusung jargon dan identitas sebagai agen perubahan, tetapi bukan perubahan suci dan strategis bagi pembebasan nasional West Papua. Akhirnya, kepentingan pembebasan nasional dinafikan dari zona moral perjuangan mahasiswa Papua.

Kaum elit terdidik tersebut sedang terpesona dalam romantisme kultur dan kepentingan faksi – faksi yang dibangunnya, yang dianggap dan dikalkulasi bisa memuaskan gelora ambisinya. Mereka seolah – olah tidak peduli bangsa ini bisa menuai kehidupan damai dan sejahtera ataukah tidak. Dalam diri dan kelompoknya, kepentingan yang diusung dan dibela hingga meneteskan darah adalah kepentingan yang bercorak instan dan merugikan.

Mahasiswa Papua sebagai pejuang, idealnya program dan gerakan – gerakan yang ditunjukkan adalah bertajukkan kepentingan pembebasan nasional West Papua. Sayangnya, identitas kaum pejuang itu telah dikalahkan oleh semangat atau kegairahan, kalau tidak dibilang “kegilaan” menjadi oportunis dan predator.

LIHAT : KETIKA BINTANG KEJORA MENJADI TUJUAN

Mereka sibuk jadi petualang lewat kendaraan organisasi dan asal daerahnya, yang kesibukkannya ini tidak berbasiskan moral perjuangan, melainkan sekedar memenuhi jemputan kepentingan politik kolonialisme yang bersifat sesaat atas pemihakkan faksi – faksi tertentu yang berkolaborasi dan menjanjikan financial secukupnya untuk memadamkan semangat perlawanan mahasiswa Papua untuk pembebasan nasional.

Kalau sudah demikian, maka jagad mahasiswa Papua akan terancam ditimpa, dengan meminjam istilah futurologi kenamaan Alvin Toffler “Future Shock” atau kegelapan masa depan, karena jagad kampus yang semestinya menjadi kekuatan andalan atau modal besar pembebasan bangsa Papua sedang atau telah kehilangan sumber daya manusia yang giat mengemas inteletualitas, moralitas dan humanisasi diri dan sesamanya menuju pembebasan Papua.

Demikian tulisan singkat saya tentang HILANGNYA SEMANGAT PERLAWANAN MAHASISWA PAPUA sebagai satu kritik terhadap sikap pasif mahasiswa Papua zaman Now. Akhir kata, FWP.