PENGANTAR
Hal
yang lazim berlaku dalam agama adalah sejak lahir ide – ide agama atau etika
telah ditanamkan dalam pikiran kita oleh orangtua dan sanak keluarga kita. Oleh
karena itu, kita biasanya akan mengikuti standar – standar agama orangtua dan
kakek – nenek kita. Agama sudah hampir menjadi tradisi keluarga. Apa hasil dari
proses itu? Dalam banyak kasus orang lain memilihkan agama bagi kita. Hal ini
tentu saja berkaitan dengan dimana dan kapan kita dilahirkan. Atau, seperti
dinayatakan oleh sejarawan Arnold
Toynbee, ketaatan seseorang pada kepercayaan tertentu sering ditentukan
oleh “Lokasi geografis tempat ia dilahirkan yang bersifat kebetulan”.
Apakah
masuk akal untuk beranggapan bahwa agama yang telah ditentukan pada saat
seseorang lahir pasti merupakan kebenaran? Jika ‘saya’ dilahirkan di Italia,
kemungkinan ‘saya’ akan dibesarkan sebagai seorang Katolik. Jika ‘saya’
dilahirkan di India, mungkin secara otomatis ‘saya’ akan beragama Hindu, atau
jika ‘saya’ berasal dari Punjab, ‘saya’ akan menjadi Sikh. Jika orangtua ‘saya’
berasal dari Pakistan, ‘saya’ tentu menjadi seorang Muslim. Jika ‘saya’
dilahirkan di suatu negara Komunis beberapa dasawarsa lalu, ‘saya’ kemungkinan
tidak mempunyai pilihan selain dibesarkan sebagai seorang Ateis.
Jika
anggapan tersebut merupakan konsep yang diikuti selama ribuan tahun, banyak
dari antara umat manusia seharusnya masih mempraktikkan Samanisme primitif dan
sistem ibadah kuno yang berkaitan dengan kesuburan, dengan dasar pemikiran bahwa
‘apa yang cukup baik bagi nenek moyang saya tentu cukup baik bagi saya’.
RAGAM PENCARIAN
Tidak
soal di manapun seseorang tinggal, pasti sudah melihat sendiri betapa agama
memengaruhi kehidupan jutaan orang tanpa kecuali. Di negara yang mayoritas
penduduknya Hindu, nampak terlihat orang yang melakukan Puja, yaitu upacara
memberikan sesaji kepada Dewa – Dewi. Sesaji itu berupa kelapa, bunga –
bungaan, dan buah – buahan. Seorang imam akan menaruh sebintik pigmen merah
atau kuning, tilak, di dahi para penganut. Jutaan orang tiap tahun juga
berkumpul di sungai Gangga untuk disucikan dengan airnya.
Di
negara Katolik, akan terlihat orang yang berdoa di Gereja dan Katedral sambil
memegang salib atau Rosario. Manik – manik Rosario digunakan untuk menghitung
doa yang diucapkan sebagai pemujaan kepada Maria. Dan kita tidak sulit
mengenali para Biarawati dan imam dari jubah hitam mereka yang khas.
Di
negara Protestan, ada banyak Kapel dan Gereja. Pada hari Minggu jemaatnya akan
mengenakan pakaian paling bagus yang mereka miliki dan bersekutu untuk
menyanyikan himne dan mendengarkan khotbah. Seringkali pendeta mereka
mengenakan jas hitam dan kerah kependetaan yang khas.
Di
negara Islam, akan terdengar suara para Muazim, orang yang menyerukan adzan
dari menara lima kali sehari, memanggil umat yang saleh untuk sholat atau
sembahyang. Al – quran adalah kitab suci mereka. Menurut kepercayaan Islam,
kitab ini diwahyukan oleh Allah dan disampaikan kepada Nabi Muhamad melalui
malaikat Jibril pada abad ke – 7 Masehi.
Di
jalan – jalan negara beragama Buddha, kita dapat melihat para Biksu atau
Biarawan yang mengenakan jubah berwarna kuning – jingga, hitam atau merah,
sebagai tanda kesalehan. Kuil – kuil kuno dengan patung Buddhanya yang dipajang
dengan sikap yang tenang merupakan bukti bahwa agama Buddha sudah ada sejak
zaman dulu.
Shinto,
agama utama di Jepang mewarnai kehidupan sehari – hari berikut kuil keluarga
dan persembahan bagi para leluhur. Orang Jepang tidak segan berdoa memohonkan
hal – hal duniawi, bahkan keberhasilan dalam ujian Sekolah.
Apa
yang diperlihatkan oleh begitu banyak ragam pengabdian agama di seluruh dunia?
Di lain pihak, ada jutaan orang yang tidak beragama atau tidak percaya takhayul
agama. Mereka ini, oleh orang beragama disebut dengan Ateis atau Agnostik.
SENTIMEN AGAMA
Dengan
begitu banyaknya agama di suatu dunia yang makin lama makin kecil karena
semakin cepatnya perjalanan dan komunikasi, pengaruh dari beragam kepercayaan
dirasakan seluas dunia, tidak soal kita suka atau tidak suka. Kemarahan masyarakat
yang berkobar pada tahun 1989 atas buku The Satanic Verses [Ayat – ayat Setan],
karangan seseorang yang disebut orang “Muslim Murtad” merupakan bukti yang
jelas betapa sentimen agama dapat menampakkan diri dalam skala dunia. Ada
seruan dari pemimpin Islam agar buku tersebut dilarang dan bahkan pengarangnya
dihukum mati. Apa yang membuat orang – orang bereaksi begitu berapi – api
terhadap masalah agama?
Sekalipun toleransi dan pengertian dibutuhkan, hal tersebut tidak menunjukkan apa yang dipercayai seseorang tidak penting. Sebagaimana diucapkan lagi oleh Geoffrey Parrinder, “Kadang – kadang dikatakan bahwa semua agama mempunyai tujuan yang sama, atau adalah jalan yang sama menuju kebenaran, atau bahkan bahwa semua mengajarkan doktrin yang sama. Namun, orang Aztek kuno, yang mengacungkan jantung korban – korban mereka ke matahari, pasti tidak mempunyai agama sebaik agama Buddha yang cinta damai”.
****
0 Response to "Fenomena Beragam Pencarian Tuhan"
Post a Comment