Indonesia dengan slogan NKRI nya dari
Sabang sampai Merauke, tidak mau kalau kelompok Papua Merdeka mengungkit-ungkit
masalah masa lalu sebagai upaya pembenaran untuk mempertahankan ideologinya.
Untuk itu, kelompok tersebut harus dibubarkan atau diberantas dengan kekuatan
POLRI dan TNI maupun dengan kekuatan hukum. Sementara Papua dengan keyakinannya
sebagai sebuah negara yang pernah merdeka pada 50 tahun silam, selalu
merayakannya dengan mengibarkan bendera bintang kejora setiap tanggal 1
Desember.
Jadi masing-masing pihak merasa diri
paling benar tanpa ada pihak yang mau mengalah. Belum tahu, siapa yang benar
dan siapa yang salah, tapi pasti kebenaran sejarah akan membuktikannya. Nah
untuk itu sebaiknya, harus mencari solusi alternatif. Sebab jika tidak nyawa
manusia selalu jadi taruhan. Sebut saja kasus Biak berdarah, Wamena berdarah,
Merauke berdarah, dan Nabire berdarah sampai terakhir pembubaran Papua Kongres
Papua III.
Memang sesuatu yang tak gampang untuk
menyatukan perbedaan ideologi. Karena itu, wajar saja, ideologi harus dibayar
dengan harga yang mahal. Namun demikian, satu pertanyaan yang perlu dijawab
oleh setiap anak negeri di tanah ini bahwa, sampai kapan nyawa orang Papua
terus berjatuhan? Apakah harus mati sampai mempertahankan bintang kejora,
ataukah menaikan bintang kejora, Papua bisa langsung merdeka? Itu sesuatu yang
mustahil. Untuk menuju kesana butuh proses, maka itu hanya orang sabar dapat
melihat kebenaran sejarah itu.
Ingat, menaikan dan menurunkan bintang
kejora sudah terlalu banyak dilakukan. Dibunuh karena mempertahankan bintang
kejora pun tak bisa dihitung. Bayangkan saja, berapa kali bintang kejora
berkibar sejak tanggal 1 Desember 1961 itu sampai sekarang. Mengapa saat
bendera dinaikan kemerdekaan tak kunjung datang? Malahan justru yang ada hanya
pembunuhan, penyiksaan dan penahanan. Maukah anak negeri ini disiksa terus
hanya karena kasih naik, kasih turun sang fajar itu?.
Lalu siapa yang nanti bertanggungjawab
terhadap kematian anak-anak negeri ini? Siapa juga yang bertanggungjawab
terhadap janda dan anak- anak yatim piatu yang ditinggalkan. Pemerintah
Indonesia kah?.
Jangan mimpi dulu. Buktinya pengadilan
kasus HAM Papua hasilnya hanyalah sandiwara belaka. Lagi pula kekuatan politik
lebih dominan dibanding hukum. Jadi tentu tak mungkin. Mau menaikan bendera
sampai seribu kali atau dibunuh seribu orang saat mempertahankan bintang kejora
pun, Papua tak ‘mungkin’ merdeka!. Sementara bintang kejora bagi orang Papua
merupakan harga diri. Ia juga sebagai bendera kebesaran bangsa Papua. Maka itu,
sebaiknya tak boleh main-main. Artinnya jadikanlah bintang kejora sebagai
tujuan akhir dari perjuangan pengakuan kemerdekaan Papua, karena menuju kearah
itu tidak hanya satu jalan. Menuju ke sana dengan jalan apapun pasti akan
ketemu sang kejora itu juga.
Tak ada yang salah, hanya ketika budaya
pengibaran bendera diganti dengan ibadah bersama pada tanggal 1 Desember di
seluruh pelosok Papua tak terdengar berita ‘miring’ apapun. Justru pihak
pemerintah pun mengijinkan kegiatan itu dapat dilangsungkan. Hal itu tentu
menjadi satu kebanggan seluruh rakyat di tanah ini. Karena tak ada lagi air
mata yang harus ditumpahkan di tanah leluhur sendiri. Namun satu hal yang tak
perlu lupa bahwa, nilai kehadiran masa saat itu tak berbeda dengan saat pengibaran
bendera. Semua orang tahu, kehadiran masa hanya untuk merayakan hari
"kemerdekaan" Papua.
Walau demikian, satu hal yang patut
disayangkan yaitu mengapa massa otonomi khusus ini, ketika bintang kejora
dikibarkan masih harus ada pemimpin aksi yang di hukum. Bukankah dalam UU No.21
Tahun 2001 menyatakan perlu adanya lambang cultural orang Papua. Ataukah karena
tidak ada Perdasus yang mengatur soal itu sehingga bintang kejora dianggap
ilegal?. Kalau begitu, penilaian terhadap keaslian orang papua bagi calon
gubernur dan wakil gubernur juga illegal karena tak ada perdasus mengatur soal
itu.
So, banyak jalan menuju Roma, pilih
alternatif yang tepat (tanpa ada pertumpahan darah) untuk mengakhiri ini.
Salam Pembebasan.!
0 Response to "Ketika Bintang Kejora Menjadi Tujuan"
Post a Comment