Tulisan
saya kali ini terinspirasi ketika dari Sidoarjo menuju Surabaya. Ceritanya
begini : Saya beberapa waktu yang lalu dari Papua terbang ke Surabaya untuk
suatu urusan. Kemarin lalu jam 3 [tiga] sore saya ke Sidoarjo menemui seorang
kerabatku. Namanya Gilang Prasetyo. Dia ini merupakan adik dari dosen saya
waktu saya kuliah dulu. Karena hari sudah sore, saya diminta oleh sobatku itu
untuk menginap saja dirumahnya. Keesokan harinya [Hari ini], bersama saya
dengan sobatku ini, ikut kakaknya yang dosen saya itu menuju Surabaya untuk
perbaiki HP saya yang rusak.
![]() |
Gerbang Tol Sidoarjo [Dok. Pribadi] |
Tepat
jam 10.30, menggunakan mobil milik pak dosen dan merupakan kakanya mas Gilang
ini, kami bertiga sudah mulai berangkat. Sepanjang
perjalanan dari Sidoarjo – Surabaya, Gilang dan kakanya terlibat dalam satu
perbincangan yang serius. Mereka bicara dengan bahasa Jawa yang tidak saya
pahami sedikit pun. Mereka berbicara tanpa menghiraukan kehadiran saya disitu.
Ya,, mereka berbicara seolah – olah tidak ada orang lain disitu selain mereka
dua.
Disitulah
saya menyadari satu hal, sikap malu saya menggunakan bahasa saya sendiri. yang seharusnya saya bangga memiliki bahasa.
Sesampainya
di Surabaya, kami menuju sebuah mall yang menjual segala macam alat elektronik.
Di dalam mall, hampir semua yang saya temui dan lihat menggunakan bahasa Jawa.
Bahkan beberapa kali karyawati mall disitu menghampiri saya sambil menawarkan
produk yang mereka jual dengan bahasa Jawa. Mereka sepertinya tidak peduli,
apakah saya mengerti atau tidak, mereka ‘memaksa’ saya untuk bicara dengan
bahasa Jawa.
Pada saat itu membuat saya iri. Saya ketika di Papua lebih senang menggunakan bahasa Indonesia yang
katanya milik bangsa Indonesia tetapi disini [Jawa] saya dipaksa menggunakan
bahasa mereka. Saya sangat tahu dengan detail bahasa daerah saya, namun jarang
bicara dengan bahasaku, dan lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia.
Satu hal yang membuat saya jadi lebih malu, ternyata selama ini saya menjadi orang yang tidak tahu diri, sebab seharusnya saya bangga menggunakan bahasa daerahku.
Setelah termenung lama atas ketidak tahuan diri saya selama ini, saya menyimpulkan bahwa bahasa dan budaya itu sangat erat kaitannya dan saling bergantung satu sama lain.
Bahasa
sendiri merupakan sebuah produk dari kebudayaan itu sendiri, sedangkan budaya
hanya dipengaruhi oleh bahasa. Itulah kenapa bahasa mejadi media sebuah
kebudayaan.
Contohnya, selain yang saya jelaskan diatas sebagian masyarakat Jawa di Suriname atau para imigran Jawa di Papua dan tempat lain. Walaupun mereka sudah terbiasa dengan bahasa setempat, terlepas dari percampuran budaya asimilasinya, mereka tetap menggunakan bahasanya dan tetap bertahan hidup, menciptakan masyarakat yang berbeda dan berbudaya di negeri asing untuk menjaga agar bahasa mereka tetap hidup.
Contohnya, selain yang saya jelaskan diatas sebagian masyarakat Jawa di Suriname atau para imigran Jawa di Papua dan tempat lain. Walaupun mereka sudah terbiasa dengan bahasa setempat, terlepas dari percampuran budaya asimilasinya, mereka tetap menggunakan bahasanya dan tetap bertahan hidup, menciptakan masyarakat yang berbeda dan berbudaya di negeri asing untuk menjaga agar bahasa mereka tetap hidup.
Sangat
benar bahwa budaya dan bahasa membentuk identitas dan kepribadian seseorang. Ini
pentingnya budaya dan bahasa terhadap identitas individu seseorang.
Jangan
malu untuk menggunakan bahasamu, karena bahasa melambangkan jatidiri suatu
masyarakat [ bangsa].
Sekian.!
0 Response to "MENEMUKAN IDENTITAS DIRI DALAM BAHASA"
Post a Comment