Bupati dan walikota ganti. Demikian pula Gubernur, pasti ada
pergantian lewat pemilihan umum. Sebab kekuasaan memang harus ada batasannya.
Saat ini, di Indonesia persoalan gonta – ganti penguasa ini menjadi satu fenomena
yang lagi trend, karena sejumlah kepala daerah akan segera berganti. Termasuk
salah satunya adalah di Provinsi Papua.
![]() |
sesawi.net |
Pemilihan umum Gubernur Provinsi Papua saat ini merupakan
yang ke 5 [Lima] kali semenjak bergulirnya Reformasi di Indonesia yang ditandai
dengan tumbangnya Pemerintahan otoriter yang dipimpin oleh Soeharto selama 32
[tiga puluh dua] tahun.
Khusus untuk di Provinsi Papua, dibawah naungan Otonomi
Daerah dengan embel – embel ‘Khusus’ [Otsus], sebenarnya jabatan gubernur hanya
sebagai administrator dan bukan sebagai penguasa politik, karena penekanan
dalam skema otonomi lebih ke tingkat kabupaten/ kota. Gubernur hanyalah
“Bemper” pemerintah pusat yang dapat menjembatani pemerintah tingkat kabupaten/
kota.
Itulah sebabnya, di atas kertas, menjadi gubernur itu paling
mudah dan tinggal enaknya. Tanggungjawab politik sepenuhnya berada di
Pemerintah tingkat kabupaten/ kota. Namun, dalam prakteknya tidak segampang
itu, beberapa hal yang menjadi penghambat diantaranya adalah :
1.
Perkembangan yang tanpa kendali membuat tarik
menarik kekuasaan politik yang tidak terfokus.
2.
Adanya keengganan pemerintah pusat yang tidak
ingin hilang kendali atas daerah.
Jika pun demikian, menjadi seorang gubernur itu lebih gampang
dan paling enak. Enaknya itu, gubernur tinggal atur dana – dana dari pusat ke
kabupaten – kabupaten serta menjadi penyeimbang tingkat pertumbuhan antar
wilayah.
Itulah alasan mengapa saya mengatakan jadi seorang Gubernur
itu jadi gampang dan lebih enak.!
Tulisan tidak bermaksud menyesatkan, butuh penalaran lebih
untuk memahami maksud postingan saya ini.
0 Response to "JADI GUBERNUR ITU “ENAK” DAN SANGAT “MUDAH”"
Post a Comment