Pemikiran Kreatif Dan
Inovatif Versus Pemikiran Konservatif dan Naif
Karakter “Orang Desa”
Orang desa dengan segala “Keluguannya”
ETIKA dan BUDAYA MASYARAKAT DESA
1. MASYARAKAT DESA DALAM
TINJAUAN SOSIAL BUDAYA
Pengertian desa menurut
kamus Poerwadarminta (1976) adalah:
“sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan, kampung
(di luar kota); dusun;… 2 dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai
lawan dari kota);….”. Desa menurut kamus tersebut terutama dalam arti fisik. Lain
lagi dengan istilah desa dalam rembug desa, yang berarti fisik, masyarakat dan
pemerintahannya. Istilah lain yang memiliki pengertian hampir sama adalah village. Menurut The
Random House Dictionary (1968), village adalah:
“a
small community or group of house in a rural area usually smaller than a town
and sometimes incorporated as a municipality”
Definisi tersebut
mengandung makna bahwa yang dimaksud dengan masyarakat kecil adalah masyarakat
di daerah masyarakat pedesaan. Masyarakat kecil disebut juga rural community yang
diartikan sebagai masyarakat yang anggota-anggotanya hidup bersama di suatu
lokalitas tertentu, yang seorang merasa dirinya bagian dari kelompok, kehidupan
mereka meliputi urusan-urusan yang merupakan tanggungjawab bersama dan
masing-masing merasa terikat pada norma-norma tertentu yang mereka taati
bersama.
2. KARAKTERISTIK UMUM MASYARAKAT DESA
Masyarakat desa selalu
memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam
perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian
karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa.
Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi
dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”.
Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik masyarakat desa, yang terkait
dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering
ditemui. Setidaknya, ini menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan
bersama-sama hidup di lingkungan pedesaan.
1.
1. Sederhana
Sebagian besar masyarakat
desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:
1.
Secara ekonomi memang tidak mampu
2.
Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.
2.
Mudah curiga
Secara umum, masyarakat
desa akan menaruh curiga pada:
1.
Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya
2.
Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap “asing”
3.
3. Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”
Sebagai “orang Timur”,
orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:
1.
Bertemu dengan tetangga
2.
Berhadapan dengan pejabat
3.
Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan
4.
Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi
5.
Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya
4. Guyub,
kekeluargaan
Sudah menjadi
karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan
persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
1.
5. Lugas
“Berbicara apa adanya”,
itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah
ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak
berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
1.
6. Tertutup dalam hal
keuangan
Biasanya masyarakat desa
akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan
ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya.
Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan
sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
1.
7. Perasaan “minder”
terhadap orang kota
Satu fenomena yang
ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung
ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup
besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.
1.
8. Menghargai (“ngajeni”)
orang lain
Masyarakat desa
benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai
“patokan” untuk
membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud
material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa
biasa disebut dengan “ngajeni”.
1.
9. Jika diberi janji,
akan selalu diingat
Bagi masyarakat desa,
janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat
oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh
pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap
janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya. Sebaliknya bila
janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam” yang begitu
membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil: mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00.
Dengan tepat waktu, mereka telah standby namun
mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan selalu mengingat
pengalaman itu.
1.
10. Suka gotong-royong
Salah satu ciri khas
masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah
gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus
dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban
tetangganya yang sedang punya “gawe” atau
hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk
membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi
sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik
kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.
1.
11. Demokratis
Sejalan dengan adanya
perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu
kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk
mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam
mengakomodasi pendapat/input dari warga.
1.
12. Religius
Masyarakat pedesaan
dikenal sangat religius. Artinya, dalam
keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka
juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan.
Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.
Catatan: 11
karakteristik tersebut, pada saat ini tidak bisa digeneralisasikan bagi seluruh
warga masyarakat desa. Ini disebabkan oleh adanya perubahan sosial religius
yang begitu besar pengaruhnya dalam tata pranata kehidupan masyarakat pedesaan.
Dampak yang terjadi meliputi aspek agama, ekonomi, sosial politik, budaya dan
pertahanan keamanan. (ingat: kasus
kerusuhan yang terjadi di beberapa pedesaan di pulau Jawa).
3. CARA
MENYIKAPI atau BERADAPTASI
1.
1. Bersikap “andhap asor”
Sebagai “komunitas tamu”
yang berasal dari luar komunitas masyarakat desa seyogyanya kita mengambil
posisi yang “merendah” atau minimal “seimbang” sekalipun secara materi dan
intelektualitas lebih tinggi mereka.
1.
2. Bersahabat
Sifat arogan harus
dikikis habis, diganti dengan perilaku yang bersahabat dan “sumedulur” (bersaudara). Sebagai
tamu sudah semestinya tidak bersikap arogan dan menunjukkan sifat dan perilaku
kekotaan.
1.
3. Menghargai
Sebagai reaksi atas sikap
kekeluargaan dari masyarakat desa, sepantasnya kita juga menghargai mereka.
Sikap menghargai ini dapat diberikan dalam hal:
1.
Memahami pola pikir mereka yang berbeda kontra dengan pola pikir
kita
2.
Menerima pemberian sesuatu sebagai bentuk “tresno” (kasih sayang) mereka kepada kita.
3.
Memahami pola hidup mereka yang jauh berbeda dengan pola hidup
kita.
4.
4. Sopan santun
Dalam rangka mengikuti
adat/istiadat/kebiasaan yang berlaku di desa maka sudah selayaknya kita
menyesuaikan diri, diantaranya:
·
Dalam hal berpakaian, sebaiknya tidak mengenakan pakaian “ala
kota”.
·
Dalam gaya hidup, sebaiknya tidak menunjukkan sikap yang menurut
mereka “pamer materi”. Misalnya: ber-handphone
ria ditengah-tengah mereka, ber-walkman ria sambil berbicara dengan mereka.
·
Dalam hal berbicara, sebaiknya tidak menggunakan
kata-kata/kalimat yang hanya bisa dipahami oleh kalangan mahasiswa. Misalnya:
bahasa Inggris/bahasa “ngilmiah”.
1.
5. Terbuka
Sebagai reaksi positif
atas keterbukaan yang ditunjukkan oleh masyarakat desa maka seyogyanya kita
juga menunjukkan sikap terbuka kepada mereka, misalnya:
·
Jika tuan rumah sudah berbicara apa adanya tentang menu makanan
sehari-hari maka jika kita memang kurang suka sebaiknya “ngomong”. Contoh: Si A tidak suka makan mie. Sebaiknya ngomong ke tuan rumah daripada nggerundhel.
·
Jika keluar dari rumah pondokan sebaiknya menjelaskan secara
terbuka: mau kemana, dengan siapa dan kapan pulang. Hal ini penting, karena
biasanya mahasiswa sudah dianggap sebagai anak sendiri.
1.
6. Membantu tanpa pamrih
Mengacu pada
karakteristik gotong-royong yang dimiliki masyrakat desa, maka sudah semestinya
kita menyesuaikan dan mengikuti kebiasaan itu. Bekerja dan membantu masyarakat
desa tanpa pamrih. Dengan senang hati mengikuti setiap acara tradisional (misal: kenduri) yang diadakan di desa. Sekalipun tetap
memperhitungkan waktu kerja program COP.
1.
7. Tepat waktu
Demi menjaga kepercayaan
masyarakat desa, sebaiknya perlu diperhatikan ketepatan waktu dalam setiap
acara peretemuan yang melibatkan orang banyak. Hal ini sangat penting agar
masyarakat desa juga menaruh kepercayaan kepada kita sehingga sosialisasi
program dan keterlanjutan pelaksanaannya dapat terjaga.
1.
8. Silahturahmi
Sebagai “tamu asing”
sudah menjadi kebiasaan yang lumrah jika kita harus melakukan silaturahmi
(=
memperkenalkan diri) kepada warga masyarakat desa agar didalam melakukan sosialisasi
dan pelaksanaan program tidak mengalami hambatan hanya dikarenakan belum kenal.
Silaturahmi ini dapat dilakukan secara formal maupun informal. Misal:

·
Ketika melakukan sosialisasi ketemu warga desa, sebaiknya
langsung memperkenalkan diri (informal)
·
Perkenalan diri secara formal di Balai Desa (formal).
1.
9. “Srawung”
Selama menjalankan
program COP sebaiknya kita tetap menjaga hubungan baik dengan masyarakat desa
sehari-hari. Jangan sekali-kali kita mengucilkan diri dan seolah membentuk
kelompok “eksklusif orang kota”.
1.
10. Gotong-royong
Partisipatif, ini kata
kuncinya ! Dalam menjalankan program kerja jangan sampai meninggalkan prinsip
dasar, yaitu PARTISIPASI MASYARAKAT. Pada dasarnya program dapat berjalan
karena ada partisipasi, baik dari seluruh anggota kelompok maupun masyarakat setempat.
Memunculkan minat berpartisipasi tidaklah mudah, karena itu dibutuhkan komitmen
yang tinggi yang diawali dari diri sendiri.
1.
11. Demokratis
Mencermati iklim
demokrasi yang juga sudah merambah di desa, hendaknya kita bersedia mengikuti
proses yang berlangsung. Karena itu, dalam merencanakan dan melaksanakan
program kita harus melibatkan BPD (Badan Perwakilan Desa). Ini juga berarti
kita menghargai proses demokrasi dalam sebuah “lembaga” yang namanya desa.
1.
12. Religius
Menyikapi kenyataan ini,
secara psikologis kita tidak perlu khawatir atau bahkan takut karena justru
akan menyulitkan kita untuk bersosialisasi. Sikap menghargai, itulah yang mesti
kita kembangkan ! Kita mesti tahu diri disaat masyarakat desa sedang
menjalankan ibadah agamanya. Karena itu dalam menyusun suatu kegiatan,
pertimbangan faktor “lima waktu” sangat penting untuk diperhatikan.
ERA
UNDANG-UNDANG DESA 2014
SETIAP desa memiliki
potensi masing-masing untuk dapat digali dan menjadi sumber pendapatan desa
serta untuk mensejahterakan masyarakat desa.
Potensi yang dimiliki
oleh setiap desa memang perlu digali dengan baik dan memiliki manajemen promosi
yang baik agar segala potensi yang dimiliki desa mampu dikenal masyarakat luas
dan menarik para pelancong untuk datang menikmati potensi desa yang dimiliki.
Saat ini, potensi wisata
menjadi salah satu potensi yang cukup banyak dimiliki oleh setiap desa.
Masyarakat umumnya juga banyak mencari tempat wisata baru yang terdapat di
desa-desa. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini potensi pariwisata
banyak dikembangkan masyarakat Indonesia.
Kekayaan alam dan budaya
lokal serta tradisi lokal menjadi modal dari perkembanagan pariwisata tersebut.
Tidak hanya potensi pariwisata yang dapat dikembangkan tetapi hasil bumi juga
saat ini tidak kalah penting untuk dipromosikan. Dengan begitu, setiap kekayaan
alam dan potensi yang dimiliki desa mampu dimanfaatkan dengan baik. Hal
tersebut juga akan membantu peningkatan ekonomi kerakyatan melalui pengembangan
potensi yang dimiliki desa.
Promosikan
Dimana Saja Perkembangan media sosial saat ini sangatlah pesat. Pertukaran
informasi lebih cepat dengan keberadaan media sosial. Media sosial juga telah
banyak bermunculan di Indonesia, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Line dan
masih banyak lagi lainnya.!
***
0 Response to "Inovasi Promosi Desa : Desaku Kini Adalah Barang Dagangan"
Post a Comment